banner 970x250

DPRD Jabar Minta Rancangan Perubahan KUA-PPAS Fokus pada Pemulihan Ekonomi

Kota Bandung, Brilianews.com – Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat, mengusulkan Rancangan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Tahun Anggaran (TA) 2022 fokus pada pemulihan ekonomi dan pengendalian inflasi.

Anggota Banggar DPRD Jabar, R. Yunandar Rukhiadi Eka Perwira menyebutkan, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) semester 1 Tahun Anggaran (TA) 2022 mencapai lima puluh persen.

Menurutnya, realisasi itu diprediksi bakal kembali meningkat. Terlebih, terdapat penambahan anggaran sebesar Rp2,4 triliun.

Anggaran yang direalisasikan sudah mencapai lima puluh persen. Ini kemungkinan akan meningkat, karena ada penambahan anggaran direncana perubahan sebanyak Rp2,4 triliun.

“Saya lihat sumber terbesarnya dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar Rp800 miliar,” kata Yunandar, Senin (5/9/2022).

Menurut politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu, kondisi saat ini perlu diperhatikan meskipun program Pemprov Jabar telah berjalan.

Apalagi, saat ini harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik, sehingga dikhawatirkan mempunyai efek domino pada kenaikan angka inflasi.

“Harus melihat kondisi saat ini. Jika pertumbuhan ekonomi bagus tapi inflasinya tinggi, itu tidak terlalu berdampak di masyarakat. Artinya, harus ada pemulihan di sektor produksi dan distribusi. Agar barang terjaga, daya beli masyarakat pun tidak menurun,” hemat Yunandar.

Legislator Daerah Pemilihan 1: Kota Bandung – Kota Cimahi itu menjelaskan, banyak hal yang perlu dilakukan Pemprov Jabar.

Diantaranya mengefektifkan produksi dan distribusi, agar bisa memotong rantai pasok dan mengurangi biaya pupuk yang kian mahal.

“Bagaimana pupuk ini bisa diproduksi secara lokal. Seharusnya bisa. Setiap produksi, seharusnya punya pusat produksi pupuk. Kita bisa membangun pusat pupuk organik. Yang bersumber dari pertanian itu sendiri. Namun tidak pernah dilakukan oleh Pemprov Jabar,” jelasnya.

Baca Juga  Aparat Wilayah di Kota Bandung Akan Jemput Lansia Untuk Vaksinasi Covid-19

Yunandar yang juga Sekretaris Komisi II DPRD Jabar, menilai Pemprov Jabar seolah tidak memikirkan soal pupuk.

Menurutnya, hanya melihat hasilnya saja. Sehingga setelah subdisi ditarik, petani tak bisa memproduksi. Alhasil, menambah biaya produksi dan menyebabkan inflasi.

Lebih lanjut, dia menyebutkan, per Agustus 2022 Indeks harga hasil produksi pertanian (IT) turun sebesar 0,28 persen dan Indeks harga yang dibayar petani (IB) turun sebesar 0,52 persen.

Sementara Nilai Tukar Petani (NTP) terbilang rendah meskipun mengalami kenaikan sebesar 0,25 persen dibandingkan Juli 2022, dari 99,97 menjadi 100,22.

“NTP di Jabar terbilang rendah. Karena, biaya produksi petani yang sangat tinggi. Di daerah lain seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah, NTP nya pun di atas seratus. Artinya, petani mendapatkan hasil. Mengeluarkan uang Rp100 ribu dia mendapatkan keuntungannya. Sementara di Jabar tidak,” sebut dia.

Saat disinggung mengenai program Pemprov Jabar dalam pengendalian inflasi, ia mengungkapkan bahwa di APBD 2022 tidak ada anggaran untuk pertolongan terhadap petani. Terutama dalam menggulirkan pupuk lokal maupun dana bergulir untuk meringankan beban para petani.

“Program itu tak ada. Terkait benih pun tidak dipikirkan. Jangankan benih, soal ayam telor saja pemerintah tidak siap menyedikan indukan. Pemerintah Jabar tidak begitu melihat betul kondisi di bawah,” tegasnya.

Dia menuturkan, program Pemprov Jabar dengan kenyataan masyarakat sangat tidak relavan.

Menurutnya, seharusnya Pemprov Jabar melihat pada kenyataan, tidak hanya melihat data makro inflasi dari BPS saja.

“Jadi pada APBD 2022 itu sibuk membangun alun-alun. Harusnya Pemprov Jabar melihat secara riil kondisi di lapangan. Jangan melihat angka makro dari BPS saja. Sementara program yang ada tidak memberikan jawaban,” tutur dia.

Baca Juga  Gudang Triplek di kota Bandung Terbakar

Selain itu, dirinya mengaku telah memberikan saran ke Tim Akselerasi Pembangunan (TAP) Jabar, untuk anggaran perubahan difokuskan pada pemulihan ekonomi. Namun kata dia, hal itu ditolak.

Memberikan subsidi pupuk murah dan mencarikan pasar untuk UMKM, lewat dana bergulir sangat penting. Jika, dari anggaran Rp2,5 triliun hanya Rp500 miliar saja, sambung dia, itu bisa meringankan beban ribuan petani daripada untuk membangunan alun-alun dan taman.

“Saya sudah sampaikan, tapi ini agak sulit. Ini Rp2,5 triliun itu sebetulnya cukup. Kalau diputar, bukan dihabiskan untuk membangun alun-alun. Tapi kalau menjadi dana modal bergulir 500 miliar saja, bisa membantu ribuan petani,” tuturnya.

“Inflasi akan berdampak pada produksi, sehingga pertumbuhan ekonomi tidak naik. Dan itu bakal menyebabkan stagflasi. Pertumbuhan ekonomi tidak naik, inflasi tinggi. Nah ini yang menyebabkan ekonomi bisa resesi,” tambahnya.

Ketika ditanya mengenai anggaran untuk pemulihan ekonomi di Jabar pada tahun 2022, dia mengatakan sangat kecil.

Yunandar menyebutkan, hanya bibit untuk kelompak saja. Ia pun memgaku sangat kecewa. Sebab lingkup provinsi luas.

“Saya pengajukan anggaran untuk pemulihan ekonomi di tahun 2023 sebesar Rp500 miliar tapi ditolak oleh TAP. Padahal itu kecil. Bayangkan pemerintah pusat menganggarkan pemulihan ekonomi 400 Triliun. Itu 13 persen dari APBN,” tandasnya. (Afr)