banner 970x250

Sektor Keuangan di Jabar Terus Tumbuh, Siaga Hadapi Kondisi Global

Yogyakarta, Brilianews.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai sistem keuangan Jawa Barat pada Agustus 2022 dalam kondisi terjaga dan meneruskan pertumbuhan positif yang cenderung meningkat, sejak pelonggaran aktivitas masyarakat dan melandainya kasus covid-19.

Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 2 dan Manajemen Strategis OJK Jabar Aulia Fadly mengungkapkan,
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) masyarakat oleh Perbankan Jabar bertumbuh 6,75% yoy.

“Seiring dengan pertumbuhan DPK, penyaluran kredit/pembiayaan perbankan juga tumbuh positif sebesar 8,02% yoy, dengan risiko kredit berada pada level yang manageable dan semakin membaik dengan indikator Non-Performing Loan (NPL) gross Agustus 2022 sebesar 3,54% (Agustus 2021: 4,12%),” jelas Aulia
di Yogyakarta, Kamis (6/10/2022).

Dari sisi pasar modal menurut Aulia menunjukkan pertumbuhan positif.

Hal itu tercermin dari jumlah Single Investor Identification (SID), yang bertumbuh 75,2% menjadi 2,1 juta atau 22,3% dari total SID Nasional dan menempati posisi pertama diikuti DKI Jakarta dan Jawa Timur.

“Tren peningkatan SID ini menunjukkan minat masyarakat Jabar untuk berinvestasi di pasar modal, tergolong cukup masif dibandingkan daerah lain. Adapun transaksi saham per Agustus 2022 mencapai Rp254 triliun atau sekitar 10,18% dari transaksi Nasional,” ujarnya.

Sementara dari perusahaan pembiayaan, Aulia mengatakan, meskipun masih mengalami pertumbuhan yang sedikit terkontraksi sebesar -0,15%, rasio NPF mengalami perbaikan dari sebelumnya tertinggi sebesar 4,28% di tahun 2021, menjadi 3,16% di Agustus 2022.

Baca Juga  Dukung Kesehatan Mental Selama Pandemi, Pikobar Kini Punya Fitur Konsultasi Jiwa

Adapun kredit restrukturisasi oleh perbankan Jawa Barat tercatat sebesar Rp86,9 Triliun atau sebesar 16,5% dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan Jawa Barat.

Jumlah ini mengalami penurunan yang signifikan sebesar 24,76% dari titik tertinggi di periode Desember 2020 sebesar Rp115,5 Triliun.

“Kemampuan membayar debitur
terus mengalami perbaikan, seiring dengan pemulihan dunia usaha dan meningkatnya konsumsi masyarakat,” jelas Aulia.

Lebih lanjut dikatakan Aulia, meski kondisi perekonomian dan sektor keuangan domestik masih terjaga, efek dari kondisi global akan tetap terjadi sehingga perlu diwaspadai.

“Window yang tersedia perlu dimanfaatkan untuk menyiapkan kebijakan dan langkah mitigasi yang diperlukan,” tegas Aulia.

Untuk itu, OJK akan mengambil langkah-langkah proaktif untuk memastikan terjaganya stabilitas sektor jasa keuangan.

Hal itu dilakukan dengan memantau dan memastikan ketersediaan likuiditas, baik untuk mengantisipasi potensi risiko maupun dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi intermediasi Lembaga Jasa Keuangan.

Di sisi lain, OJK juga mencermati perkembangan kenaikan biaya dana Lembaga Jasa Keuangan, sehubungan dengan respon atas peningkatan suku bunga.

OJK juga meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk terus mencermati risiko pasar, termasuk eksposur dalam surat-surat berharga dan valuta asing di tengah tren penguatan USD serta peningkatan volatilitas di pasar keuangan global.

Baca Juga  Cegah Penyakit Mulut dan Kuku Hewan, DKPP Jabar Bentuk Unit Respon Cepat

“Dalam kaitan ini, OJK meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk secara intensif melakukan scenario analysis dalam rangka memitigasi risiko yang mungkin timbul,” ucapnya.

Kebijakan lain yang ditempuh OJK tandas Aulia, meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk mencermati perkembangan risiko kredit di sektor-sektor ekonomi yang memiliki konsumsi energi yang tinggi di tengah kenaikan harga energi dan yang kinerjanya berhubungan erat dengan siklus harga komoditas.

Selanjutnya, Bank diminta untuk melakukan scenario analysis untuk memitigasi risiko dimaksud.

OJK juga akan mempertahankan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan, untuk mengelola volatilitas dan menghadapi tantangan yang terjadi di Pasar Modal domestik dalam beberapa waktu ke depan. “Antara lain asymmetric auto-rejection, pelarangan transaksi short selling, dan pelaksanaan trading halt untuk penurunan IHSG sebesar 5 persen, seiring masih tingginya volatilitas pasar dan potensi meningkatnya tekanan ke depan,” (Adi)