banner 970x250

Ditengah Ancaman Krisis Global, Pasar Modal Indonesia Masih Terus Tumbuh

Bandung, BriliaNews.com – Ditengah kekhawatiran akan krisis global, kondisi pasar modal Indonesia masih terus tumbuh.

Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan di ASEAN sendiri, pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia, salah satu yang tertinggi pertumbuhannya.

“Perkembangan pasar modal kita Year to Date Bursa Saham per 22 november, IHSG tumbuh sebesar 6,82%. Tidak banyak bursa saham di dunia yang tumbuh positif, dimana pertumbuhan kita adalah salah satu yang tertinggi. Indonesia hanya kalah dari Turki dan Chili,” tutur Iman usai Workshop Media Gathering Pasar Modal 2022 di The Trans Luxury Hotel Bandung, Jumat (25/11/2022).

Iman menambahkan, pada bursa efek di ASEAN, selain Indonesia, Singapura juga tumbuh positif sebesar 4,35%.

Likuiditas perdagangan pun masih tetap merangkak naik, walaupun setelah mencatat rekor All Time High di bulan September 2022 pasar sempat menukik ke angka 7.000.

“Pada tahun 2022 ini, IHSG mencapai All Time High pada 13 September 2022, di angka 7.318. Pada 22 November 2022, IHSG kita mencapai 7.030 atau year to date tumbuh sebesar 6,82%,” ujar Iman.

Iman menjelaskan, dbandingkan dengan bursa di ASEAN, secara market cap Bursa Efek Indonesia adalah yang tertinggi.

“Sampai dengan Oktober kita punya market cap 604 milyar US dollar, dimana yang terdekat ialah bursa efek Singapura yaitu 588 milyar US dollar. Kalau kita bicara rata-rata transaksi harian, kita sudah mencapai 1 milyar US dollar. Kalau kita bandingkan saat ini, kita hanya dibawah Thailand, yang mencapai sekitar 2 milyar US dollar,” tutur Iman.

Iman menuturkan, pada tahun 2022 ini ada beberapa capaian dari pasar modal Indonesia.

Pada 31 Januari BEI melakukan notasi khusus “N” dan 5 Februari, melakukan integrasi E-registrasi dengan sistem OJK (SPRINT). Kemudian 27 Juni, melakukan penutupan kode domisili investor dan 19 September menambah produk baru yaitu structured warrant.

“Sedang di 31 Oktober kemarin kita meluncurkan indeks pertumbuhan sharia serta pada 13 November kita meluncurkan index LQ45 Low Carbon Leaders,” tutur Iman.

Baca Juga  Ridwan Kamil Minta Linmas Jaga Rumah Warga yang Ditinggal Mudik

Pada kesempatan yang sama Direktur Utama Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) Iding Pardi mengungkapkan, nilai rata-rata transaksi bursa pun masih tinggi.

“Periode Januari-Oktober 2022, rata-rata nilai transaksi bursa sudah mencapai 15 Triliun per hari. Dari transaksi 15 triliun itu kemudian diproses oleh KPEI, dilakukan netting atau kliring, sehingga nilai rata-rata harian penyelesaian bursa mencapai 5,41 triliun. Inilah yang kita sebut efisiensi netting,” tutur Iding.

Dari sisi volume atau lembar saham transaksi, Iding mengatakan rata-rata harian volume transaksi mencapai 25 miiliar lembar, dengan nilai rata-rata harian volume penyelesaian transaksi bursa 8,14 miliar lembar saham.

Hal senada dikatakan Direktur Utama Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Uriep Budhi Prasetyo. Ada peningkatan luar biasa pada jumlah investor pasar modal di Indonesia.

“Dari sisi jumlah investor atau Single Investor Identification (SID) pasar modal per 23 November 2022, di Indonesia sudah mencapai 10.115.140 SID. 4 tahun yang lalu, di tahun 2019 kita hanya memiliki hampir 2,5 juta SID,” ujar Uriep.

Uriep menambahkan di tahun 2015 hanya ada 430 ribuan investor dan tahun 2009 hanya ada 200 ribuan SID.

“Ini pertumbuhannya luar biasa. Teknologi membuat percepatan pertumbuhan SID. Salah satu yang menarik dari besarnya jumlah SID ini, 99,63% nya adalah investor individu,” ucap Uriep.

Uriep menambahkan, investor terus menerus tersebar ke luar pulau Jawa.

“Investor domestik dari pulau Jawa, dari waktu ke waktu makin mengecil prosentasenya. Tapi bila dilihat dari pulau-pulau lainnya, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan sekitarnya, serta Maluku dan Papua, prosentasenya makin naik,” tuturnya.

Uriep menambahkan pada Des 2021 69,83% turun menjadi 69,18% per tanggal 18 November 2022.

“Nomor dua rankingnya itu ada di Sumatera, lalu ke Sulawesi, NTT dan sekitarnya, dan terakhir Maluku dan Papua,” ujar Uriep.

Pada kesempatan yang sama Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Djustini Septiana menyebut, masih ada peluang untuk mengembangkan pasar modal Indonesia.

Baca Juga  Libur Nataru 2022/2023 Bandara Husein Sastranegara Bandung Alami Lonjakan Penumpang

“Kalau kita bicara RPJMN yang dikeluarkan pemerintah, tahun 2020-2024 negara memerlukan dana sebesar 2.813 triliun rupiah dari sektor swasta untuk pembiayaan proyek. Ini peluang swasta untuk ikut berperan dan swasta bisa mencari pendanaan dari pasar modal,” tuturnya.

Djustini menambahkan, berdasarkan data dari BPS, Indonesia juga sudah berada di posisi bonus demografi, yang akan mencapai puncak di tahun 2030.

“Di instrumen pasar modal, ada peluang untuk mengembangkan instrumen pasar modal yang beragam dan bersifat lintas sektor industri, sehingga memberikan kesempatan bagi investor untuk memperluas investasi dan meningkatkan likuiditas pasar,” ucap Djustini.

Selain itu, tambahnya, timbul juga peluang dengan adanya pengembangan keuangan berkelanjutan terkait penyelenggaraan perdagangan karbon yang tertuang pada Perpres 98/2021 dan Permen LHK No. 21/2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon.

“Pasar modal Syariah, juga berpotensi sebagai pendanaan dan instrumen investasi,” tutur Djustini.

Selain peluang, ada juga tantangan dalam pengembangan pasar modal. Diantaranya, mekanisme kelembagaan dan kerangka pengaturan, perlu terus dioptimalkan.

“Pengembangan infrastruktur juga harus sesuai taraf internasional, dan juga mengadopsi teknologi untuk mendukung efisiensi. Ini tidak murah,” tutur Djustini.

Hal penting lainnya yang menjadi tantangan yaitu perlindungan investor.

Kerangka hukum harus terus diperkuat untuk mendukung efektivitas penegakan hukum dan perlindungan investor.

Demikian pula dengan daya saing di antara pelaku untuk menghasilkan pasar yang kompetitif dan
peningkatan literasi keuangan.

Menurutnya, inklusi keuangan sudah jauh lebih tinggi, maju pesat, tapi literasi keuangan masih merangkak, meskipun OJK sudah besar-besaran melakukan sosialisasi tentang pemahaman terhadap industri dan produk-produk keuangan.

“Terbukti dengan masih banyaknya korban dari penipuan yang berkedok investasi, pinjaman, dll,” tutup Djustini. (Adi)