banner 970x250

Basuki Suhardiman: Krisis KBU Akibat Kesalahan Pemerintah

Kota Bandung, BriliaNews.com – Setiap musim hujan Kota Bandung dilanda banjir disertai lumpur cokelat yang tebal. Aliran lumpur tersebut sebagian besar berasal dari perbukitan Kawasan Bandung Utara yang mengalami kerusakan, akibat pembangunan tanpa kendali dan juga praktik pertanian monokultur.

Menurut Pendamping Ekonomi pertanian Yayasan Odesa Indonesia, Basuki Suhardiman, hal tersebut karena kesalahan dari Pemerintah yang tidak memiliki program konkret disertai aksi yang praktis.

Gubernur, bupati hingga desa di Kawasan Bandung Utara tidak mengangap hal itu sebagai persoalan padahal dampaknya telah meluas.

“Bukan hanya lumpur yang membanjiri Kota Bandung, tetapi juga krisis air bersih,” kata Basuki di sela kegiatan pembagian bibit tanaman buah-buahan, kepada petani di Kampung Cikawari Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, Kamis (18/1/2023).

Menurut Basuki, selama ini kebijakan pemerintah normatif, karena hanya bicara regulasi dan melupakan tindakan praktis di lapangan. Banyak orang dari luar daerah membangun villa, hotel dan café, tanpa memiliki empati pada lingkungan.

Demikian juga pada lahan pertanian yang kebanyakan tanahnya telah dimiliki orang luar Cimenyan, juga tidak diurus dengan kebijakan memerdulikan lingkungan,” kata Basuki yang juga Pegawai Institut Teknologi Bandung ini.

Menurut Basuki, sudah saatnya pemerintah bekerja secara benar, bukan sekadar pencitraan atau sekadar supaya dianggap peduli lingkungan dengan sekali aksi lalu konferensi pers. Jika mau serius dengan pemberdayaan pangan dan ekologi, kita bisa berharap perbaikan terjadi di Kawasan Bandung Utara.

“Kawasan Bandung Utara memiliki lahan yang kritis mencapai puluhan ribu hektar. Kalau serius ditanami pohon buah-buahan, maka petani akan membaik ekonominya karena mendapatkan hasil panen selain sayuran. Petani yang selama ini hanya menanam sayur, sangat menunggu pembagian bibit buah-buahan. Dan pada tanah milik orang kota yang kurang diurus, mestinya para pemiliknya harus ikut bertanggungjawab dengan memperbanyak bibit buah-buahan,” kata Basuki.

Baca Juga  Mengisi Ramadhan 1443 H, UPI Gelar Serangkaian Kegiatan Religi

Bandung Utara Butuh Jutaan Bibit

Sementara itu petani Mekarmanik yang rutin menjalankan kegiatan pertanian agroekologi dari Odesa, Toha Odik mengatakan, apa yang dilakukan Odesa Indonesia selama delapan tahun terakhir telah memberi kontribusi yang meyakinkan bagi penguatan pangan dan perbaikan lahan pertanian. Toha yang selama ini mendistribusikan bibit buah-buahan, termasuk menggerakkan tanaman kopi, kelor dan hanjeli, yakin langkahnya tepat sasaran dan dampaknya telah nyata dirasakan masyarakat.

“Petani di Cimenyan bukannya tidak mau menanam pohon besar. Mereka enggan menanam bibit dari pemerintah karena jenis bibit yang dibagi oleh pemerintah itu berupa tanaman keras penghasil kayu. Tanaman kayu seperti surian, pinus atau mahoni itu tidak menguntungkan secara ekonomi. Kalaupun ditanam akan ditebang dalam waktu 4 sampai 5 tahun. Kalau yang dibagi adalah bibit buah-buahan, lain ceritanya. Saya menjalankan program ini dan sekarang hasilnya luar biasa,” kata Toha.

Toha bercerita, pada mulanya petani sering menolak bibit pohon besar karena sebelumnya pemerintah memaksakan tanam dengan sekadar instruksi. Akibatnya banyak bibit tanaman penghasil kayu seperti mahoni dan suren itu dibuang-buang saja. Bahkan ada banyak petani yang pura-pura menanam karena mereka menjalankannya sekadar untuk menyenangkan hati perangkat desa.

Baca Juga  Gubernur Jabar Ridwan Kamil Inspeksi Kebersihan Masjid Raya Al Jabbar

“Petani tidak mau protes atau menuntut karena tidak enak atas pemberian. Kalau diberi kan harus berterimakasih. Masalahnya, bibit tanaman kayu itu tidak memberi manfaat bagi ekonomi. Lain dengan bibit buah seperti nangka, sirsak, matoa, durian, sukun, jeruk, jambu, dan pepaya. Kalau bibit buah seperti sekarang petani membutuhkan, karena telah merasakan manfaat hasil dari yang kita tanam,” papar Toha.

Toha menyarankan agar pemerintah dalam menjalankan program penghijauan tidak sekadar menghijaukan, tetapi lebih cerdas dengan memahami kebutuhan para petani.

Selama delapan tahun terakhir kata dia telah mendistribusikan lebih 870.000 bibit tanaman buah-buahan dan juga tanaman kopi yang jumlahnya mencapai lebih 600.000 bibit. Tetapi menurutnya, jumlah itu belum seberapa karena luas lahan pertanian mencapai puluhan ribu hektar.

Menurutnya, kebutuhan bibit buah-buahan mestinya minimal 2 juta setiap tahun agar kecamatan Cimenyan. Cilengkrang dan Cileunyi bisa lebih baik.

“Saya senang kalau pemerintah itu mulai mengerti keadaan petani. Jangan hanya menyalahkan petani di bukit yang lahannya mengalirkan lumpur. Pahami keadaan dan kebutuhan kami. Kalau programnya seperti Odesa, tentu masyarakat akan menerima dengan senang hati dan akan memanen buah dan bisa menjual hasilnya,” terang Toha.

Editor  : Adi