banner 970x250

BPS Jabar : Kenaikan Harga Beras Pemicu Utama Inflasi di Jabar pada Februari 2024

Kota Bandung, BriliaNews.com – Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat mengungkapkan, tingkat inflasi di Jawa Barat sangat dipengaruhi oleh komoditas pangan.

Berdasarkan data inflasi month to month tingkat inflasi di Jawa Barat sebesar 0,45%, dengan inflasi m-to-m tertinggi terjadi di Kota Tasikmalaya sebesar 0,71 persen dan terendah di Kab. Subang sebesar 0,13 persen.

Kepala BPS Jawa Barat Marsudijono menjelaskan, komoditas pangan terutama beras menjadi pemicu utama inflasi di bulan Februari 2024.

“Dari 0,45 persen tingkat inflasi di Jabar, andil dari beras itu 0,29 persen. Itu artinya inflasi yang kita timbulkan pada saat ini, sangat dipengaruhi oleh perubahan harga beras,” jelasnya.

Komoditas lainnya yang ikut andil dalam inflasi di Jabar, adalah telur ayam ras sebesar 0,06 persen, daging ayam ras 0,05 persen, cabe merah sebesar 0,04 persen dan minyak goreng 0,02 persen.

Swdangkan komoditas yang memberikan andil deflasi, antara lain bawang merah, tomat, cabe rawit, kol putih, kubis, dan daun bawang.

Sementara itu, Inflasi di Jawa Barat dari tahun ke tahun atau y-o-y pada Februari 2024, sebesar 3,09 persen.

“Penyumbang inflasi secara y-o-y yang paling besar masih komoditi beras dengan andil inflasi 0,73 persen, diikuti sigaret kretek mesin dengan andil 0,19 persen, cabe merah 0,19 persen, daging ayam ras 0,14 persen, dan bawang putih 0,11 persen,” ungkap Marsudijono.

Baca Juga  PTDI - Lockheed Martin Kerjasama Pengadaan Heli Angkut Serbaguna Kemhan RI

“Dan ini belum menghadapi bulan Ramadhan. Oleh karena itu Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), kami harap dapat mengambil langkah untuk menghadapi Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri,” tambahnya.

Terkait produksi beras Marsidijono mengungkapkan, mengalami penurunan.

Pada tahun 2023 luas panen dan produksi beras di Jabar, mengalami penurunan 3,11 persen dibanding tahun 2022 menjadi 5.278,21 ribu ton.

Ia menuturkan salah satu penyebabnya adalah dampak dari El Nino, yang mengakibatkan musim kemarau menjadi lebih panjang.

“Sedangkan luas panen pada tahun 2023, berada di angka 1.583,66 ribu hektar, turun 4,74 persen dibanding tahun 2022 dengan luas 1.662,4 ribu hektar,” ungkapnya.

Demikian pula pada periode Januari – April 2024, baik luas panen, produksi padi, maupun produksi beras juga mengalami penurunan bila di bandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Luas panen tahun ini berada di angka 399,76 ribu hektar, turun 33,35 persen.

Puncak panen tahun 2022 dan 2023 berada di bulan Maret, namun tahun 2024 ini diperkirakan mengalami pergeseran akibat kemarau berkepanjangan sebagai dampak El Nino, menjadi bulan April.

“Hal ini lah yang menjadi salah satu penyebab harga beras semakin naik, karena belum panen,” jelas Marsudijono.

Baca Juga  Rapat Paripurna DPRD Jawa Barat, Pembukaan Masa Sidang Kedua Tahun Sidang 2023/2024

Ia menambahkan, turunnya luas panen juga berkontribusi besar pada turunnya produksi padi.

“Ada berbagai faktor dalam turunnya luas panen ini, dan dominannya adalah faktor cuaca. Faktor cuaca ini, salah satunya membuat lahannya tidak bisa digarap karena terkendala pada sumber airnya,” ungkapnya.

Marsudijono mengungkapkan, melihat historikal pada tahun-tahun sebelumnya, angka inflasi kita menjelang lebaran selalu naik. Hanya komoditas yg menjadi andilnya yang berbeda, dan tahun ini harga beras yg sudah naik.

Karena beras ini mempunyai andil atau bobot yang paling besar, maka ini harus menjadi perhatian. Ini menjadi warning.

“Kemarin kita sudah diskusi dengan TPID, bahwa ini menjadi warning, dan hasilnya sudah disiapkan strateginya dari kepolisian segala macam, untuk mengawal khususnya harga beras. Mudah-mudahan berdampak bagus,” tutup Marsudijono.

Pewarta : Adi
Editor : Afrida