banner 970x250

BPS Jabar: Masuki Musim Kemarau, Waspada Kenaikan Harga Produk Hortikultura

Kota Bandung, BriliaNews.com – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat mengingatkan untuk mewaspadai kenaikan harga produk hortikultura.

Pasalnya, saat ini sudah memasuki musim kemarau, sedangkan produk hortikultura sangat bergantung pada kebutuhan air yang cukup banyak.

Hal tersebut disampaikan Kepala BPS provinsi Jawa Barat, Marsudijono pada Rilis Statistik BPS Provinsi Jabar, di Kota Bandung, Kamis (1/8/2024).

Ia mengungkapkan, di Jabar sendiri, komoditas pangan, termasuk produk hortikultutura, memberikan andil baik pada inflasi maupun deflasi.

Pada April lalu, secara month to month (m-to-m) bawang merah menjadi komoditas dengan andil inflasi tertinggi (0,1338 persen), sedangkan komoditas cabai merah (-0,1523) dan cabai rawit (-0,0444) menjadi 5 besar komoditas dengan andil deflasi tertinggi.

Bulan Mei 2024 juga demikian, bawang merah (0,03 persen) masuk ke dalam komoditas dengan andil inflasi tertinggi, dan komoditas cabe rawit (-0,03 persen) juga masuk ke dalam andil deflasi tertinggi.

Bulan Juni produk hortikultura juga memiliki andil tinggi adalah kentang (0,02 persen), ketimun (0,02), dan cabai rawit (0,01) masuk ke dalam lima besar komoditas dengan andil inflasi tertinggi. Sedangkan bawang merah (-0,08 persen) dan tomat (-0,06 persen) menjadi andil deflasi.

Di bulan Juli 2024 ini, beras memiliki andil terbesar pada inflasi sebesar 0,08 persen.

Selain itu, cabai rawit (0,05 persen), biaya SMA/sederajat (0,03 persen), emas perhiasan (0,02 persen), dan kopi bubuk (0,02 persen) juga menjadi andil terbesar inflasi di Jabar.

Sementara andil deflasi terbesar dari komoditi bawang merah (0,09 persen), tomat (0,07 persen), cabai merah (0,06 persen), bawang putih (0,02 persen), dan telur ayam ras (0,02 persen).

Baca Juga  Hari Pertama Lebaran 2024, Volume Pengguna Commuterline Wilayah 2 Bandung Terpantau Landai

“Pada musim kemarau ini, yang perlu diwaspadai adalah produk hortikultura. Kalau hortikultura kan cenderung butuh air yang banyak. Itu yang perlu kita waspadai,” tutur Marsudijono.

Ia menambahkan, komoditas pangan lainnya, terutama beras juga harus terus diwasi.

“Kalau beras produksinya kurang, harganya akan naik, dan nantinya impor lagi,” ujar Marsudijono.

Marsudijono mengatakan, selain pangan, pada bulan Juli 2024 biaya SMA memberikan andil besar terhadap inflasi. Dalam penghitungan itu, selain sekolah negeri, pihaknya juga memantau sekolah swasta.

“Betul yang sekolah negeri itu nol. Dia tidak bayar, tetapi yang swasta tidak. Yang paling tinggi ialah yang tingkat SMA, yang SD dan SMP tidak terlalu naik,” tuturnya.

Walau begitu, ia mengatakan tidak perlu khawatir, karena andil biaya sekolah ini biasanya terjadinya hanya di bulan ini.

“Bulan depannya sudah tidak lagi. Mangkanya tidak perlu dikuatirkan. Itu hal biasa,” jelas Marsudijono

Marsudijono menjelaskan, Inflasi secara m-to-m di Jawa Barat pada bulan Juli 2024, bila dibandingkan tahun sebelumnya, mengalami inflasi 0,06 persen, setelah dua bulan sebelumnya mengalami deflasi yaitu -0,12 persen di bulan Mei, dan -0,04 persen di bulan Juni.

“Kecil tetapi ini menandakan pergerakan perekonomian di Jabar, khususnya daya beli masyarakat di Jabar sudah mulai terlihat, walaupun mengalami inflasi. Jadi tidak selamanya deflasi itu diartikan bagus, dan tidak selamanya inflasi itu diartikan jelek. Itu melihat situasi dan kondisi di lapangan,” tuturnya.

Secara year on year (y-on-y), pada bulan Juli 2024 inflasi di Jabar mencapai 2,25%. Penyumbang utama inflasi y-o-y diantaranya adalah komoditas Beras, Emas Perhiasan, Sigaret Kretek Mesin, Cabai Rawit, dan Daun Bawang.

Baca Juga  PT KAI Daop 2 Bandung Gelar Lomba Foto Bertema Mudik Dengan Total Hadiah Rp14 Juta

Dari 10 kota/kabupaten yang dihitung oleh BPS, secara m-to-m, Kota Bandung (0,01 persen), Kota Tasikmalaya (0,02 persen), Kota Bekasi (0,04 persen), Kab. Majalengka (0,15 persen), dan Kab. Bandung(0,20 persen) mengalami inflasi. Tertinggi ada pada Kab. Subang (0,55 persen).

Empat lainnya, Kota Bogor (-0,07 persen), Kota Depok (-0,10), Kota Sukabumi (-0,15 persen), mengalami deflasi, dengan terendah di Kota Cirebon (-0,19 persen).

Secara y-on-y, Kota Bekasi memiliki inflasi tertinggi dengan angka 2,75 persen, dan terendah di Kota Cirebon 1,01 persen.

Sedangkan secara year to date (y-to-d), inflasi di Jabar berada di angka 1,16 persen. Dari 10 kota/kabupaten yang Inflasi tertinggi ada di Kota Bekasi (1,57%), dan terendah di Kab. Subang (0,25%).

Marsudijono menjelaskan, angka y-to-d ini, masih jauh di bawah target 2,5 persen, namun juga masih ada bulan tersisa.

“Oleh karena itu kita juga perlu mengambil langkah-langkah strategis, apalagi pada saat ini menghadapi musim kemarau. Mudah-mudahan nanti Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) sudah mulai bergerak mengatur strategi lebih lanjut,” tuturnya.

Pewarta : Adi
Editor       : Afrida