banner 970x250

Outlook Politik 2022, IPRC: Papua Kembali Memanas

Bandung, Brilianews.com – Mengakhiri tahun 2021, berbagai isu berkembang di Indonesia. Isu-isu tersebut akan menjadi gambaran politik di tahun 2022. Salah satu isu penting yang sekarang berkembang, berkaitan dengan Papua yang kembali memanas.

Hal itu mengemuka pada diskusi yang digelar Indonesian Politics Research & Consulting (IPRC) bertema “Outlook Politik 2022”, di Anatomi Cafe, Bandung, Senin (27/12/2021).

Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan UNPAD Prof. Muradi mengatakan pentingnya isu Papua.

“Soal Papua kenapa ini penting, karena memang diprediksi awal 2022 itu akan menguat karena dua hal. Pertama pendekatan panglima baru terkait penanganan di Papua,” ucap Prof. Muradi.

Kedua, tambah Prof. Muradi, ada hal yang membuat mereka semakin terinspirasi, yaitu merdekanya Bougainville Island, di belakang Papua Nugini.

“Ini kan jadi memperkuat mereka. Mereka jadi merasa, oh ini adalah waktu mereka melakukan manuver dan lain sebagainya,” tuturnya.

Menurut Prof. Muradi, karena isu ini menguat, ada konsolidasi di Organisasi Papua Merdeka (OPM).

“OPM kan sebelumnya kocar-kacir di tahun 2020. Tahun ini mereka cenderung menguat dan cenderung membangun satu basis perlawanan, yang akan mengganggu stabilitas keamanan di Papua,” tuturnya.

Baca Juga  Beralih ke Digital, Kemenag Hentikan Penerbitan Surat Nikah Fisik Mulai Agustus 2021

Terkait dengan pendekatan yang dilakukan pemerintah, polisi dan tentara, menurut Prof. Muradi, tidak ada yang salah atas berbagai pendekatan yang dilakukan.

“Problemnya kita berbicara soal pertarungan, kita menyebutnya irregular warfare atau asimetric warfare (perang asimetrik). Perang ini memang lama,” tuturnya.

“Jadi memang tidak bisa kemudian (mohon maaf) dibangun jembatan lalu selesai, engga. Bangun jembatan, kemudian di kanan kirinya dikasih bunga misalnya, sampai publik akhirnya luruh. Itu perlu waktu, dan mungkin bisa bertahun-tahun,” tambah Prof. Muradi.

Prof. Muradi menjelaskan, yang paling penting sebenarnya apa yang dilakukan pemerintah itu diapresiasi oleh publik Papua. Hal tersebut yang ia kira terlihat sekali bahwa memang publik di Papua belum betul-betul mengapresiasi.

“Katakanlah kurang apa Pak Jokowi, dari Sorong sampai Papua hampir nyambung tuh. Itu bisa pakai motor atau mobil double kabin seharian kalau kita mau. Itu menarik karena dalam waktu 7 tahun sudah bisa nyambung. Tapi problemnya bukan cuma itu, ada yang lain,” tuturnya.

Baca Juga  Pasca Wabah PMK, Sari Sundari Sebut Tak Ada Keluhan Pelaku Usaha Peternakan

Masalah lainnya, ucap Prof Muradi, adalah tidak berlanjutnya pendekatan yang dilakukan.

“Hanya problemnya adalah pendekatan ini tidak continue. Ada discontinue yang saya kira begitu selesai (jabatan) ditinggal,” ucapnya.

Prof. Muradi menegaskan pasca Pak Jokowi, butuh penerus yang memiliki concern yang sama atas kondisi Papua.

“Jaman pak SBY kan melakukan pendekatan kepala suku. Pintu masuknya dibangun. Begitu Pak Jokowi, infrastruktur dibangun segala macam. Gantinya baru, misalnya ga ada gerakan yang baru, ya bisa ramai lagi. Karena itu saya kira ini butuh pendekatan yang serius,” tutup Prof. Muradi. (Adi)